Jumat, 31 Oktober 2008

STRATEGI PEMBELAJARAN NABI MUHAMMAD

STRATEGI PEMBELAJARAN NABI MUHAMMAD SAW.
Oleh : Bunyamin
Abstrak:
Keberhasilan suatu proses pendidikan sangat ditentukan oleh banyak faktor, salah satu faktor terpenting yang kadang dilupakan adalah strategi. Strategi pembelajaran merupakan rencana awal untuk membentuk peserta didik, baik formal (di sekolah) maupun informal (dalam keluarga). Rasulullah SAW. adalah manusia yang dipersiapkan oleh Allah SWT. untuk dijadikan panutan oleh seluruh umat manusia dalam segala hal termasuk dalam pendidikan dan lebih khusus lagi dalam strategi pembelajaran. Walaupun keadaan masyarakat sudah berbeda, akan tetapi nilai-nilai penanaman strategi yang diterapkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya patut dijadikan contoh tauladan oleh setiap umat Islam, baik sebagai guru formal di sekolah maupun dalam pembinaan anggota keluarga.
Pendahuluan
Pendidikan Islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreativitas murid (peserta didik) bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT., berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri, bangsa, negara dan agama. Pada prinsipnya Islam memandang bahwa segala fenomena alam ini adalah hasil ciptaan Allah SWT. dan sekaligus tunduk kepada hukum-hukum-Nya, oleh karena itu manusia harus dididik agar mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah tersebut. Manusia di dalam hidupnya harus berorientasi kepada kekuatan atau kekuasaan yang berada di balik ciptaan alam raya serta mengaktualisasikan hukum-hukum Allah melalui tingkah laku dalam kegiatan hidupnya.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, produk pendidikan sering hanya diukur dari perubahan eksternal yaitu kemajuan fisik dan material yang dapat meningkatkan pemuasan kebutuhan manusia. Produk pendidikan dapat menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil untuk melakukan pekerjaannya, tetapi tidak memiliki kepedulian dan perasaan terhadap sesama manusia. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan menjadi instrumen kekuasaan dan kesombongan untuk memperdaya orang lain, kecerdikan digunakan untuk menipu dan menindas orang lain, produk pendidikan menghasilkan manusia serakah dan egois.
Distorsi nilai-nilai rohaniyah begitu nampak terlihat, seolah-olah nilai kemanusiaan telah mati, alat-alat diubah menjadi tujuan, produksi dan konsumsi barang-barang menjadi tujuan hidup, banyak manusia yang tidak tergetar hatinya ketika disebut nama Allah, tidak merasa takut dengan ancaman Allah, padahal sesungguhnya sebuah pendidikan harus dapat menghidupkan nuansa spiritual manusia, menumbuhkan nilai kemanusiaan dan ketuhanan dalam batinnya, di samping mengembangkan manajerial untuk memenuhi kebutuhan obyektifnya.
Ketidakberhasilan tertanamnya nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketaqwaan) terhadap perserta didik dewasa ini sangat terkait dengan dua faktor penting dalam proses pembelajaran di samping banyaknya faktor-faktor yang lain, kedua faktor tersebut adalah strategi dan metode pembelajaran serta orang yang menyampaikan pesan ilahiyah (guru). Dalam tulisan ini, penulis menggali beberapa strategi yang dilakukan oleh Rasulullah dalam proses pembelajaran yang beliau lakukan.
Pembahasan
A. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi, menurut Poerwadarminta adalah; 1). Ilmu siasat perang, 2). Siasat Perang, 3). Bahasa Pembicaraan akal (tipu muslihat) untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran.[1] Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.
Muhammad Surya memberikan pengertian pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[2] Pengertian ini lebih menekankan kepada murid (individu) sebagai pelaku perubahan.
Pengertian lain dirumuskan oleh Oemar Hamalik, bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.[3]
Menyimak pengertian di atas maka strategi identik dengan teknik, siasat berperang, namun apabila digabungkan dengan kata pembelajaran (strategi pembelajaran) dapat difahami sebagai suatu cara atau seperangkat cara atau jalan yang dilakukan dan ditempuh oleh seorang guru atau murid dalam melakukan upaya terjadinya suatu perubahan tingkah laku atau sikap.
Surya mengemukakan, ada lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran yaitu; Pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku, prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu (walaupun tidak semua perubahan perilaku individu merupakan hasil pembelajaran). Kedua, Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan - perubahan itu meliputi aspek kognitif, afektif dan motorik. Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan, di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah. Jadi, pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan yang statis, melainkan merupakan suatu rangkaian aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Keempat, proses pembelajarn terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip itulah pembelajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang ingin dicapai. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan. Kelima, pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu, pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud strategi pembelajaran adalah suatu cara atau metode yang dilakukan oleh individu (guru) terhadap individu yang lain (murid) dalam upaya terjadinya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan motorik secara berkesinambungan.
B. Materi Pembelajaran Masa Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW. diutus oleh Allah SWT. untuk berjuang di tengah- tengah masyarakat Makkah, sebuah masyarakat yang telah berpaling dari kebenaran yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, mereka meninggalkan ajaran Ibrahim dan kembali kepada kemusyrikan yang penuh dengan tahayul dan khurafat dengan melakukan penyembahan kepada berhala yang mereka buat sendiri. Kondisi iklim Makkah yang panas dan kering pun sangat mempengaruhi kondisi kejiwaannya yakni membentuk watak yang keras, karena mereka harus berjuang melawan alamnya yang keras hingga dapat menyesuaikan diri.
Situasi bangsa Arab pada umumnya sebelum kedatangan Islam, disebut sebagai masyarakat jahiliyah, yaitu sebuah masyarakat yang senantiasa melawan kebenaran atau orang-orang yang jauh dari nilai agama yang benar. Pada umumnya mereka menyembah berhala karena sesuai dengan sistem kemasyarakatan mereka yang terdiri dari suku-suku. Setiap suku mempunyai sesembahannya sendiri-sendiri yang berbeda dengan suku yang lain, berhala-berhala tersebut mereka buat sesuai dengan selera mereka, lebih dari itu di sekitar Ka’bah saja terdapat ratusan berhala.
Di tengah-tengah kondisi seperti itulah Nabi Muhammad SAW. ditugaskan oleh Allah SWT. untuk menyampaikan ajaran (dakwah) sehingga masyarakat kembali kepada jalan yang benar. Firman Allah dalam surat al-Mudatsir: 1-7
يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّرْ(1)قُمْ فَأَنْذِرْ(2)وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ(3)وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ(4)وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ(5)وَلاَ تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ(6)وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ(7)
“Hai orang yang berselimut, bangunlah kemudian berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak, dan untuk memenuhi perintah Tuhanmu bersabarlah”.
Sesuai dengan tugas yang diembankan kepadanya, serta kondisi lingkungan yang ada pada zamannya, materi pembelajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Kepada masyarakat dilingkungannya tidak dalam masalah karier, politik dan keduniaan, tetapi lebih terfokus kepada pembinaan aqidah, moral dan akhlak umat.
Materi pembelajaran Rasulullah SAW. yang bersifat fundamental telah digariskan oleh Allah SWT., seperti terdapat dalam Q.S. al-Jumu’ah: 2
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأُ مِّيِّينَ رَسُوْلاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ(2)
“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (al-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”
Buta huruf yang dimaksud ayat di atas adalah, mereka (bangsa Arab) tidak mempunyai pengetahuan tentang Allah SWT. dan Rasul-Nya, kemudian Allah SWT. mengutus seorang Rasul kepada umat yang rusak ini. Muhammad SAW. adalah seorang Rasul yang mempunyai tekad yang kuat, sifatnya yang lembut dengan spiritualitas terdalam dan moralitas tertinggi dan melalui Nabi Muhammad SAW. tersebut Allah SWT. akan membimbing mereka dalam rangka menjadi orang yang cerdas dan kelak akan menjadi pemimpin manusia.
Kalimat membacakan ayat-ayat-Nya dan mensucikan mereka, menunjukkan bahwa Rasulullah SAW. akan mengajarkan mereka tentang makna al-Qur’an dan penciptaan dengan cara bertahap dan memberi tahu mereka bagaimana untuk menjadi manusia sempurna dengan berjuang meraih kesempurnaan spiritual. Allah SWT. membimbing mereka melalui Rasul-Nya menuju derajat yang lebih tinggi dengan menjelaskan al-Qur’an dan semesta kepada mereka, dan memperlihatkan mereka secara rinci bagaimana menuju kehidupan yang seimbang dan baik dalam setiap bidang kegiatan.[4]
Dari ayat di atas nampak jelas bahwa materi pendidikan yang harus diemban oleh Rasulullah SAW. berkenaan dengan persoalan yang mendasar yakni pengenalan dan penyadaran umat terhadap Allah SWT. (aqidah), selanjutnya menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia sehingga manusia yang secara fitrah suci ketika dilahirkan, tetap dalam keadaan suci ketika menghadap Allah SWT.
Dalam al-Quran dan tafsirnya yang diterbitkan oleh Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Q.S. al-Jum’ah ayat dua tersebut mengandung tiga materi pokok yang harus dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. yakni; pertama, membacakan ayat-ayat suci al-Qur’an yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Kedua, Membersihkan masyarakat dari aqidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat-sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid meng-Esakan Allah SWT, tidak tunduk kepada pemimpin yang menyesatkan dan tidak percaya lagi kepada sesembahan mereka seperti batu, pohon dan sebagainya. Ketiga, Mengajarkan kepada mereka (masyarakat) syari’at agama beserta hukum-hukumnya serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Hamka, menguraikan dalam tafsir al-Azharnya bahwa berdasarkan ayat di atas, materi pembelajaran yang ditugaskan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. adalah membersihkan jiwa mereka dari kepercayaan yang karut, dari pada aqidah yang salah, daripada langkah yang tersesat dan membersihkan pula badan (diri) mereka dari kotoran, karena selama ini belum tahu arti kebersihan, sehingga diajar wudhu, diajar mandi junub dan menghilangkan hadas dan najis bahkan sampai diajar menggosok gigi. Selanjutnya masih menurut Hamka, materi pembelajaran Nabi Muhammad SAW. adalah mengajarkan al-kitab (mushaf al-qur’an atau syariat) dan hikmah (Sunah Rasul atau arti dan rahasia daripada perintah dan larangan Allah SWT.[5]
Syaih Shafiyyurrahman al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah menyatakan bahwa materi pembelajaran Rasulullah pada tahap awal meliputi; pertama, tauhid, kedua, iman kepada hari akhir, ketiga, membersihkan jiwa dengan cara menjauhi kemungkaran dan kekejian yang kadang-kadang mengakibatkan munculnya hal-hal yang kurang menyenangkan, mencari keutamaan, kesempurnaan, dan perbuatan-perbuatan baik, keempat, menyerahkan urusan semua kepada Allah SWT., dan kelima, semua itu dilakukan setelah beriman kepada risalah Nabi Muhammad SAW. bernaung di bawah kepemimpinan dan bimbingan Rasulullah yang lurus.[6]
Dalam penelusuran Haikal, dinyatakan bahwa ajaran utama Rasulullah SAW. adalah mengenalkan ajaran Islam sebagai agama yang benar, agama yang sempurna, agama Allah Yang Maha Agung, agama yang akan mengajak membebaskan pikiran-pikiran manusia untuk dapat menilai, menyadari dan berfikir. Rasullah SAW. mengajarkan sistem hidup berakidah dan bermasyarakat yang menjadikan dasar keseimbangan hidup manusia.[7]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup materi pembelajaran Nabi Muhammad SAW. meliputi persoalan-persoalan yang fundamental bagi kehidupan manusia sebagai khalifah Allah SWT., yaitu aqidah dan tauhid sebagai materi pokok, mengajarkan firman-firman Allah SWT. sekaligus dengan arti dan makna dari setiap firman Allah SWT. tersebut, pemberian pemahaman terhadap asal kejadian alam dan asal kejadian manusia, membentuk sistem hidup bermasyarakat, pembersihan jiwa dengan menjauhi kemungkaran dan kekejian, penanaman akhlak yang baik, pendidikan jasmani juga merupakan hal yang diperhatikan oleh Rasulullah SAW. terutama yang berhubungan dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat tinggal.
Sejalan dengan penanaman aqidah dan tauhid, Rasulullah SAW. memberikan penyadaran tentang hakekat manusia; dari mana manusia berasal, harus bagaimana hidup di dunia, dan akan kemana setelah kematian tiba, sehingga secara bersamaan berlangsung juga penanaman nilai-nilai moral, ahlak yang mengarah kepada penyadaran bahwa Islam bukan agama ilusi dan khayal, Islam bukan agama terbatas, tetapi Islam adalah agama kodrat (fitrah) yang dengan itu seluruh umat manusia difitrahkan.
Jika diperhatikan, sesungguhnya materi yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. pada dasarnya merupakan keseluruhan ajaran Islam, baik yang menyangkut habl min Allah sebagai pondasi dari ajaran Islam yakni aqidah dan tauhid maupun habl min al-nas yang merupakan implementasi dari habl min Allah. Ajaran Islam sebagai materi yang diberikan Rasulullah SAW. mengandung materi yang cukup luas karena mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang akhirnya bermuara kepada sikap pengabdian seorang hamba kepada Allah SWT.
C. Strategi Pembelajaran Nabi Muhammad SAW.
Sebelum Nabi Muhammad SAW. memulai tugasnya sebagai Rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah SWT. telah mendidik dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran-sertanya dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan budayanya, dengan potensi fitrahnya yang luar biasa.[8]
Di dalam diri Nabi Muhammad SAW., seolah-olah Allah SWT. telah menyusun suatu metodologi pendidikan Islam yang sempurna, suatu bentuk yang hidup dan abadi selama sejarah kehidupan manusia masih berlangsung. Berbagai kepribadian terpuji berkumpul di dalam satu pribadi, yang masing-masing melengkapi bagian-bagian lain, seakan-akan pribadi itu sesuatu yang mempunyai banyak sisi yang berbeda, kemudian dipertautkan menjadi suatu benda yang lebih luas, tersusun rapi menjadi suatu lingkaran yang sangat sempurna dengan unsur-unsur pribadi yang disusun dengan baik dan teratur.[9]
Sebagai manusia pilihan yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. untuk menyampaikan risalah Islam, tentu saja dalam melaksanakan tugas tersebut selalu berada di bawah pengawasan dan bimbingan-Nya, akan tetapi sebagai manusia biasa yang diberi akal, hati dan indra lainnya, Rasulullah SAW. adalah manusia yang sangat cerdas, kreatif, inovatif dalam menyampaikan risalah Islam yang sekaligus sebagai materi dari pendidikan yang menjadi tugas utama Nabi.
Sebagai pribadi, Rasulullah SAW. memiliki kepribadian dan nilai-nilai kepemimpinan serta pola manajemen yang baik, sehingga strategi pembelajaran Rasulullah SAW. dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa Rasulullah SAW. adalah seorang Rasulullah yang tentunya berbeda dengan manusia biasa yang segala sikap dan tingkah laku serta perbuatannya sangat dipengaruhi bahkan selalu dalam bimbingan wahyu Tuhan. Tetapi sebagai manusia, Rasulullah memang telah memiliki kepribadian yang terpuji sehingga beliau memperoleh predikat “al-amin” artinya yang jujur, begitupun dengan kemampuan beliau sebagai seorang pemimpin dan kombinasi dari kemampuan dan sikapnya yang mulia serta didukung oleh bimbingan Allah SWT. yang terus-menerus, pembelajarannya dapat berhasil dengan baik.
Dalam melaksanakan tugas dakwahnya (menyampaikan pembelajaran) kepada masyarakat, Allah SWT. telah memberikan landasan umum berkenaan dengan strategi pembelajaran yang harus dipedomani oleh Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah dalam surat al-Nahl: 125
اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ(125)
“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Landasan umum yang telah digariskan oleh Allah SWT. dalam melaksanakan pembelajaran kepada masyarakat seperti bunyi ayat di atas adalah; bahwa dalam setiap gerak dan langkah mengajak orang kembali kepada jalan Allah itu haruslah dilakukan dengan cara-cara yang bijak, bahkan ketika berargumentasi dengan yang belum sefaham harus juga dilakukan dengan cara yang baik, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit hati orang lain.
Berdasarkan Hadis-Hadis yang ada, dalam konteks pembelajaran, Nabi Muhammad SAW. sangat kaya dengan strategi dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikannya, sehingga tujuan pendidikan yang dikehendaki dapat tercapai dengan baik. Beberapa strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. antara lain:
1. Strategi Penanaman Keimanan
Pada mulanya bangsa Arab adalah penganut agama Nabi Ibrahim, kemudian berubah menjadi penganut penyembah berhala. Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Di setiap rumahtangga di Makkah memiliki sesembahan (berhala) sendiri-sendiri, sehingga bila mereka hendak melakukan perjalanan jauh sebelum berangkat mereka melakukan penyembahan terlebih dahulu kepada berhala-berhala yang menjadi pujaannya, berhala tersebut mereka buat sesuai dengan bentuk dan jenis yang mereka kehendaki, di sekitar Ka’bah saja terdapat sekitar 360 berhala, di antaranya ada empat berhala utama yang disembah oleh hampir seluruh bangsa Arab yakni Uzza, Latta, Manat dan Hubal.[10]
Pelaksanaan pendidikan keimanan kepada masyarakat yang langsung dihadapinya dilakukan dengan cara yang sangat bijaksana, dengan menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan menerima pengertian tauhid yang diajarkan dan sekaligus beliau memberikan contoh teladan bagaimana penerapan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah selalu menilai kapasitas spiritual dan mental seseorang atau satu kelompok dengan akurat. Dia berbicara secara langsung dengan individu tertentu pada waktu dan tempat tertentu, dia tidak perlu diuji. Suatu kali Husayn seorang ahli pidato yang terkenal karena kekuatan persuasifnya dan retorikanya, berusaha membujuk Nabi Muhamad SAW. Untuk meninggalkan misinya. Rasulullah mendengarkan dengan penuh khusyu’ dan mulai percakapan sebagai berikut; “Nabi Muhammad SAW. berkata: Husayn, berapa banyak Tuhan yang kau sembah?. Husayn menjawab: Delapan, satu di langit dan yang lain di bumi. Nabi Muhammad SAW. bertanya lagi: Mana yang kau seru saat bencana menimpamu?. Jawab Husayn: Yang di langit. Nabi melanjutkan: Yang mana yang kau seru saat barangmu hilang? Husayn: Yang di langit. Nabi Muhammad SAW.: Menurutmu, Tuhan yang di langit saja yang menjawab permohonanmu, tetapi engkau tetap menyekutukannya. Bukankah ini yang ku ajarkan? Tidak ada Tuhan selain Allah. Jadilah muslim dan engkau selamat.” Argumen yang nampak sederhana ini mampu mengalahkan Husayn dengan logikanya sendiri.[11]
Nabi Muhammad SAW. dalam rangka menanamkan nilai-nilai tauhid selalu mengajak umatnya untuk membaca, memperhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah SAW. di dalam diri manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan cara bagaimana merealisir pengertian tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari, semua kebiasaan yang bertentangan dengan tauhid diubah dan diluruskan secara berangsur-angsur, sehingga sesuai dengan kebenaran tauhid.
Dalam hal pembinaan keimanan jangka panjang, untuk membentuk generasi selanjutnya, Nabi Muhammad mengajarkan kepada masyarakat yang telah beriman agar melakukan penanaman benih-benih keimanan pada anak-anak mereka sejak dini, sehingga ketika anak-anak tersebut tumbuh dewasa telah menjadi generasi yang beriman kepada Allah SWT.
Strategi Nabi Muhammad SAW. ini dapat ditemukan di dalam beberapa ungkapan beliau antara lain: “bacakanlah (ajarkanlah) kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan laa ilaaha illallah…” (HR. al-Hakim dari Ibn Abbas ra.).Tujuan dari ucapan Nabi ini tiada lain adalah agar kalimat tauhid dan syiar masuk Islam itu menjadi yang pertama masuk ke dalam pendengaran anak, kalimat yang pertama diucapkan oleh lisannya dan lafal pertama yang difahami anak. lebih dari itu beliau telah memberikan contoh dalam meletakkan dasar-dasar keimanan yaitu dengan mengadzankan dan mengiqamatkan anak yang baru saja dilahirkan.[12]
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah di dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” yang dikutip oleh Abdullah Nasih Ulwan, hikmah adzan dan iqamat adalah agar suara pertama kali diterima pendengaran manusia adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran Tuhan, juga syahadat sebagai kalimat pertama masuk Islam, hal itu merupakan ta’lim (pengajaran) baginya tentang syariat Islam ketika anak baru memasuki dunia.[13]
Untuk menanamkan kebiasaan beribadah (shalat) sejak dini, Rasulullah SAW. menganjurkan kepada setiap orang tua untuk menyuruh (dengan kata-kata) kepada setiap anak-anaknya, ketika mereka berusia tujuh tahun agar mau melaksanakan ibadah shalat, selanjutnya Rasulullah SAW. menganjurkan jika anak pada usia sepuluh tahun belum mau melaksanakan shalat maka ”pukullah” ia. Sebagai mana makna Hadis dari Amir ibn Syuaib yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud “perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat dikala mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena mereka tidak mengerjakannnya dikala mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya”. Memukul dalam hal ini tidak dilandasi oleh emosional dan kemarahan, tetapi sebaliknya memukul yang dilandasi dengan kasih sayang dan keikhlasan serta dengan tujuan semata-mata karena Allah SWT.
Perintah memukul ini mengandung makna yang sangat dalam , mengingat Rasulullah SAW. sendiri dalam kontek pendidikan, tidak pernah memukul (dengan tangan) selama hidupnya. Perintah ini hanyalah menunjukan ketegasan Rasulullah SAW. untuk menanamkan kebiasaan positif yang harus dimulai sejak anak-anak.
Dari dua pelajaran yang disabdakan Rasulullah SAW (tentang mengadzankan dan mengiqamatkan anak yang baru dilahirkan dan tentang memukul bagi anak yang tidak mau shalat) dapat disimpulkan betapa Rasulullah SAW. sangat memperhatikan pengajaran dasar-dasar keimanan dan pelaksanaan dari keimanan tersebut yakni penyembahan kepada Allah SWT. dalam bentuk ritual shalat sebagai tiang agama.
Rasulullah telah melakukan strategi jangka panjang untuk pembinaan umat yang akan datang dengan melakukan penanaman keimanan sejak dini, karena jika pendidikan anak jauh dari aqidah Islam, terlepas dari ajaran religius dan tidak berhubungan dengan Allah, maka besar kemungkinan seorang anak akan tumbuh dewasa di atas dasar kefasikan, penyimpangan, kesesatan dan kekafiran, jika ini yang terjadi maka yang ada adalah generasi manusia yang kosong tidak bermakna karena jauh dari bimbingan Allah SWT.
2. Strategi Membangun Kekuatan Umat
Tugas dakwah (pendidikan Islam) dalam rangka menegakan syariat Islam, bukanlah tugas yang ringan. Sejarah telah mencatat bahkan diabadikan dalam al-Quran, betapa perjuangan Nabi Muhammad SAW. dalam menyiarkan dan menegakkan ajaran Islam mengalami halangan dan rintangan yang luar biasa dari orang-orang kafir yang tidak menerima ajaran Islam sebagai agama penyempurna yang diiringi dengan penolakan terhadap eksistensi Nabi Muhammad SAW.
Berulang kali Rasulullah melakukan peperangan dalam rangka menaklukan suatu wilayah demi tersiarnya sinar Islam pada masyarakat tersebut. Dengan tantangan yang demikian berat itulah Nabi Muhammad SAW. senantiasa berfikir untuk membentuk kekuatan umat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Betapa suatu kekuatan sangat diperlukan, Rasulullah berpijak antara lain kepada firman Allah surat al-Anfal ayat 60 “dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahui apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
Hamka mengungkapkan, karena peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. juga merupakan bagian dari perintah Allah SWT. maka Allah dalam ayat di atas dengan sangat tegas memerintahkan supaya bersiap terus dengan segala macam alat yang ada. Di zaman Nabi orang berperang dengan pedang dan tombak, kian lama persenjataan itu semakin modern sampai kepada persenjataan (pistol, peluru kendali bahkan senjata nuklir), maka ayat ini mengingatkan kita secara terus menerus agar kita bersiap terus mengikuti perkembangan senjata itu.[14]
Rasulullah sangat memperhatikan betapa kekuatan umat Islam menjadi suatu keharusan, demi terlaksananya dakwah Islam. Menyadari bahwa kekuatan umat (kekuatan fisik, keterampilan berperang dan sejenisnya) maka pendidikan jasmani dari mulai persoalan kesehatan fisik sampai keterampilan memanah, berenang dan menunggang kuda menjadi perhatian Rasulullah SAW. dan sekaligus menjadi bagian dari materi pendidikan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebuah pernyataan Rasulullah SAW. dalam menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya menjadi seorang muslim yang kuat seperti Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim “Orang muslim yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang muslim yang lemah…” Dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW. sudah lebih mengarahkan kepada kekuatan yang dibutuhkan oleh umat Islam dalam menghadapi musuh-musuh Islam, kekuatan itu yang berhubungan dengan aktivitas peperangan seperti latihan memanah dan latihan menunggang kuda. Anjuran untuk belajar berenang menunjukan bahwa Rasulullah SAW. memiliki orientasi sangat jauh ke depan, untuk membangun kekuatan fisik secara pribadi. Sabda Rasulullah seperti yang diriwayatkan al-Tabrani; “segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan dzikir maka itu adalah senda gurau kecuali empat perkara; berjalannya seorang antara dua tujuan (untuk memanah), latihan menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar berenang”
Ungkapan Rasulullah berkenaan dengan kepentingan belajar keterampilan yang berhubungan dengan aktivitas peperangan akan selalu relevan hingga akhir zaman, mengingat ungkapan-ungkapan Rasulullah tersebut dapat dimaknai sesuai dengan perkembangan zaman. Ungkapan Rasulullah tersebut sebagai bukti bahwa Rasulullah adalah sosok guru yang memiliki wawasan ke depan dalam mempersiapkan generasi umat yang kuat.
3. Strategi Menumbuhkan Semangat Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu (belajar) merupakan suatu keniscayaan dalam hidup manusia, belajar juga merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan dan kemajuan peradaban sebuah bangsa. Karenannya Allah SWT. mengawali pemberian wahyu kepada Rasul-Nya berupa doktrin tentang membaca, tentang menuntut ilmu, tentang belajar.[15]
Pada wahyu pertama tersebut, Allah SWT. menyebutkan bagaimana Dia mengajarkan manusia secara umum dan khusus, “yang mengajarkan dengan kalam,” ini di dalamnya termasuk mengajarkan malaikat dan manusia. Dilanjutkan dengan pengajaran manusia secara khusus, yaitu apa yang tidak diketahui oleh manusia. Seluruh ilmu dalam otak didapatkan karena pengajaran Allah SWT. seluruh lafal dalam lisan dan tulisan adalah dengan kekuasaan, penciptaan dan pengajaran Allah SWT.[16]
Doktrin Allah SWT. menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dimiliki oleh manusia, sehingga Allah SWT sendiri memuji orang-orang yang berilmu pengetahuan.[17] Rasulullah SAW. diutus oleh Allah SWT. untuk menanamkan ilmu pengetahuan kepada kaumnya sekaligus untuk mensucikan jiwa mereka sehingga dapat menempuh jalan yang lurus. Sebagai pemegang amanah untuk menyampaikan risalah, berkenaan dengan pentingnya ilmu pengetahuan dan mulianya orang yang berpengetahuan, Rasulullah SAW. kemudian membina umatnya kearah kesadaran untuk menjadi orang-orang yang berilmu pengetahuan.
Hadis-Hadis pendek yang populer yang memiliki arti seperti “menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin dan muslimat” atau “tuntutlah ilmu dari mulai buaian sampai ke liang lahat” atau “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina” atau “ amal yang sedikit akan bermanfaat dengan ilmu dan amal yang banyak tidak akan bermanfaat dengan kebodohan” menunjukan kesungguhan Rasulullah SAW. dalam membangun kesadaran umatnya agar senantiasa menuntut ilmu pengetahuan secara terus-menerus tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Begitulah strategi Rasulullah dalam menumbuhkan semangat menuntut ilmu, sehingga umatnya senantiasa memacu diri untuk memiliki sifat kompetisi dalam kekayaan ilmu pengetahuan.
4. Menjawab Pertanyaan Sesuai Dengan Kebutuhan Dan Kondisai
Dalam proses pendidikan dan pengajaran baik formal maupun non- formal, senantiasa ada pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban, bagi seorang guru menjawab pertanyaan setiap pertanyaan yang diajukan oleh muridnya merupakan suatu kewajiban, demikian halnya dengan orang tua di rumah yang harus selalu siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak-anaknya.
Menjawab sebuah pertanyaan, tentu saja harus sesuai dengan maksud pertanyaan, oleh karenannya selain seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, beliau juga dituntut untuk menggunakan strategi yang tepat dalam menjawab pertanyaan tersebut, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat.
Terhadap sebuah pertanyaan yang sama tetapi diajukan oleh beberapa orang yang berbeda, Rasulullah SAW. tidak memberikan jawaban yang sama, jawaban terhadap pertanyaan tersebut disesuaikan dengan karakter dan kondisi si penanya serta kondisi lingkungan pada saat pertanyaan itu diajukan; suatu ketika Rasulullah ditanya oleh Abdullah ibn Mas’ud, “Amal perbuatan apa yang paling disenangi Allah SWT?”, Rasullah menjawab: “Shalat pada waktunya”. Kemudian apa ? “berbakti kepada kedua orang tua.”, kembali ia bertanya “kemudian apa?, Beliau menjawab “jihad di jalan Allah”. (HR. Bukhari Muslim).
Seorang laki-laki dari Khats’am berkata bahwa ia menjumpai Rasulullah SAW. Kemudian ia bertanya “Wahai Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling disukai oleh Allah SWT.?, Beliau menjawab “beriman kepada Allah SWT.” dia kembali bertanya, kemudian apa?” Beliau menjawab “menyambung silaturahmi.” Dia kembali bertanya, wahai Rasulullah kemudian apa? , Beliau menjawab “kemudian mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran” (HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya ada orang bertanya kepada Rasulullah; “Apakah amal yang paling utama ?” Beliau menjawab “ percaya kepada Allah dan rasul-Nya”, ia kembali bertanya, “sesudah itu apa lagi?, Beliau menjawab “jihad (berusaha keras atau berjuang) di jalan Allah”, ia kembai bertanya, sesudah itu apa lagi ya Rasulullah ?, Beliau menjawab “ haji yang mabrur.”
Contoh kedua, ketika Rasulullah SAW. memberikan jawaban terhadap masalah keutamaan seorang muslim; Dari Abu Musa, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, orang muslim yang bagaimanakah yang paling utama?, Beliau menjawab “yaitu orang yang tidak melukai kaum muslimin dengan lidah dan tangannya”. Sedangkan dari Abdullah ibn Umar, seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, ya Rasulullah orang muslim yang bagaimanakah yang paling baik?, beliau menjawab “yaitu memberi makan (manusia) dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal” (HR.Bukhari).
Untuk jawaban kepada orang pertama Rasulullah SAW. menyarankan untuk tidak menyakiti orang lain baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, hal ini disebabkan oleh kekhawatiran Rasulullah SAW. bahwa orang yang bertanya akan menyakiti orang lain, sedangkan kepada penanya kedua Rasulullah SAW. menyarankan untuk memberi makan orang dan mengucapkan salam, hal ini Beliau lakukan mengingat dua hal tersebut merupakan kebutuhan yang mendesak pada saat itu, karena masyarakat sedang berada dalam kesulitan dan kemiskinan dan juga untuk mempererat ikatan batin di antara mereka.[18]
Kondisi (keadaan) seseorang juga merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh Rasulullah. Terhadap pertanyaan yang sama dan tempat serta waktu sama Rasulullah memberikan jawaban yang berbeda, disebabkan karena kondisi seseorang. Imam Ahmad meriwayatkan, dari Abdullah ibn ‘Amru ibn ‘Ash, ia berkata bahwa ketika ia bersama Nabi SAW. Datang seorang pemuda dan bertanya, wahai Rasulullah, bolehkah saya mencium istri saya sedangkan saya dalam keadaan puasa?, Beliau menjawab “tidak boleh”, kemudian datang seorang tua dan bertanya, Wahai Rasulullah, bolehkan saya mencium istri saya sedangkan saya dalam keadaan puasa?, Beliau menjawab “ boleh”. Maka kedua orang tadi (pemuda dan si tua) saling padang satu sama lain (dengan heran), melihat itu Rasulullah menjelaskan “ Aku memahami mengapa kalian saling pandang memandang. Karena orang yang sudah tua dapat menguasai nafsunya”
Pemberian nasihat Rasulullah SAW. seperti yang dikemukakan di atas, tentu saja dilakukan kepada perseorangan dan mungkin dalam waktu yang berbeda-beda, karena tidak mungkin hal ini dilakukan dalam keadaan jama’ah sedang berkumpul dalam suatu majelis, sebab jika jawaban berbeda-beda terhadap pertanyaan serupa yang diajukan oleh orang yang berbeda dalam suatu majelis akan menyebabkan kebingungan bagi penanya.
Dari cara-cara Nabi Muhammad SAW. menjawab pertanyaan seperti contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW. dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul sangat memperhatikan beberapa hal antara lain, kebutuhan si penanya, kecerdasan si penanya, suasana dan kondisi serta latar belakang munculnya sebuah pertanyaan tersebut, dan ketika Nabi menjawab pertanyaan ada target tertentu yang akan dicapai terhadap si penanya.
5. Bersikap Kepada Orang Lain Sesuai Dengan Karakternya
Setiap manusia dipastikan memiliki karakter yang berbeda, penduduk sebuah negeri tentu beda karakternya dengan penduduk negeri yang lain, perbedaan karakter yang dimiliki oleh setiap individu maupun kelompok sangat diperhatikan oleh Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW. memperlakukan orang-orang Arab yang datang dari dusun tidak sama dengan perlakuan beliau dengan shabat-sahabat beliau yang dididik oleh beliau sendiri. Beliau juga berusaha berbaik-baik terhadap orang yang masuk Islam, karena daerahnya dikalahkan oleh umat Islam, dan kepada kepala-kepala suku (dengan memberikan sebagian zakat kepada mereka), Jika Rasulullah SAW. mendapat tamu seorang tokoh suatu suku, maka beliau akan menghormatinya. Jika Rasulullah SAW. menghadapi orang bodoh atau jahat, maka beliau berusaha berbaik-baik kepadanya, dengan senyuman atau berbicara yang baik-baik tanpa berdusta atau memuji tanpa kebenaran, untuk menarik hatinya dan menghindarkan diri dari kejahatan.[19]
Para sahabatpun, beliau perlakukan sesuai dengan perangai masing- masing, seperti terdapat dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la al-Mushili dari Ibnu Umar r.a., bahwa suatu ketika Rasulullah SAW. berada di tengah-tengah kami, beliau duduk dan ‘Aisyah duduk di belakangnya, ketika itu Abu Bakar minta izin masuk, lalu masuk. Kemudian Umar minta izin pula, lalu dia masuk, kemudian Usman ibn Affan izin masuk, lalu masuk. Di saat Usman masuk Rasulullah segera menarik baju beliau sehingga menutupi lutut beliau, setelah lutut Rasulullah tertutup, beliau bersabda kepada istrinya agar meninggalkan beliau, maka mereka melanjutkan pembicaraannya. Setelah mereka bubar, Aisyah bertanya :” Wahai Rasulullah, ketika sahabat sahabatmu masuk, engkau tidak memperbaiki letak bajumu dan tidak menyuruhku keluar, tetapi setelah Usman masuk engkau tutup lututmu dan menyuruhku keluar?, kemudian Rasulullah menjawab “ Sesungguhnya malaikat itu malu pada Usman, sebagai mana dia malu kepada Allah dan rasul-Nya”. Selanjutnya beliau menjelaskan; seandainya dia masuk, padahal engkau masih berada di dekatku, dia tak akan mengangkat kepalanya dan ia tidak akan bicara sepatahpun sampai ia keluar.[20]
Dari peristiwa Usman di atas nampak sekali bahwa Rasulullah SAW. sangat memahami karakter seseorang, kemudian beliau berperilaku sesuai dengan karakter orang tersebut, sehingga setiap orang yang berinteraksi dengan beliau merasa dihormati dan dihargai, hal ini sangat berpengaruh kepada jiwa seseorang, apabila ia sudah merasa tersanjung maka dengan sendirinya siap mental untuk menerima setiap nasihat dan pengajaran yang akan diberikan.
Penutup
Uswah hasanah pada diri Rasulullah SAW. bukan saja pada pelaksanaan ibadah-ibadah mahdhah seperti shalat dan sunah-sunah lainnya, akan tetapi Rasulullah sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. untuk dicontoh dan ditauladani oleh seluruh umat manusia dalam segala hal, baik dalam pelaksanaan beribadah kepada Allah (habl min Allah) maupun pelaksanaan hubungan sesama manusia (habl min al-nas).
Dalam hal pendidikan, Rasulullah telah banyak memberikan pelajaran bagi para pendidik berkenaan dengan strategi dan metode pendidikan yang bisa diimplementasikan oleh para pendidik formal di sekolah maupun oleh orang tua di rumah yang memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Damsyiqi, al-Hanafi ibn Hamzah al-Husyain, Asbab al- Wurud (terj.), Jakarta: Kalam Mulia, 2003
Al-Mubarakfury, Syaikh Syafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, (terj.), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003
Gulen, M. Fethullah, Versi Teladan; Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. (terj.), Jakarta: PT. Rosda Karya, 2002
Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad (terj.), Jakarta: PT. Mitra Kerjaya Indonesia, 2003
Hamalik, Umar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Hamka, Lembaga Hidup, Jakarta: PT. Panjimas, 2001
..........., Tafsir Al-Azhar, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1999, Juz X
Nasih Ulwan, Muhammad, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 1994
Qardhawi, Yusuf, Sunnah Rasul Sumber Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, Jakarta: Gema Insani Press, 1998
Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Uhamka Press, 2003
Surya, Muhammad, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004
Syahidin, Metode Pendidikan Qurani (Teori dan Aplikasi), Jakarta: Misaka Galiza, 1999
Zuhairimi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1977



[1] Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Uhamka Press, 2003, h. 110
[2] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan