Rabu, 03 Desember 2008

PENDIDIKAN DAN KEJUJURAN
Oleh:Naguruddin,S.Ag(GuruMTsNUnggulSusoh)

Tengah malam gelap gulita. Kota Madinah tengah tidur berselimutkan kesunyian. Langkah-langkah sang raja menjelajah seantaro negri. Khalifah Umar bin Khattab mencari tahu keadaan rakyatnya. Rasa penat menyerang tulang-tulangnya yang tua. Membuat tubuhnya tersandar beristirahat di gubuk tua di penghujung desa.
Di tengah- tengah keheningan malam, terdengar sayup-sayup suara ibu bersama putrinya.
“Wahai putriku, ambillah susu itu dan campurilah ia dengan air biasa.”
Putrinya menjawab: “ Wahai ibu, apakah ibu tidak tahu keputusan yang diambil Amirul Mukminin saat ini?”
“Apakah gerangan keputusannya yang diambilnya itu, wahai putriku? tanya sang ibu.
“Dia memerintahkan kepada semua penjual susu untuk tidak mencampuri susu dengan air.” jawab putrinya.
“Wahai putriku, orang banyak telah melanggar perintah itu, maka langgar pulalah olehmu. Saat ini kamu berada di suatu tempat yang jauh, yang tidak bisa dilihat oleh Umar dan pembantunya. Dia tidak akan tahu perbuatan kita ini.”
Putrinya menyahut: “Jika Umar tidak tahu, tetapi Tuhannya Umar pasti tahu. Demi Allah, saya tidak akan mentaatinya di saat ramai dan mendurhakainya di saat sepi.”
Umar bin Khattab terpekur di balik dinding mendengar dialog itu. Rasa takjub menyerang kalbunya. Sesungguhnya ada mutiara berharga di dalam gubuk itu. Ronda tak lagi dilanjutkannya, ia bergegas pulang ke rumahnya. Dan memerintahkan sahabatnya, Aslam, untuk menyelidiki keluarga tersebut.
Keesokan harinya Umar bin Khattab menerima laporan dari Aslam. Aslam mengatakan bahwa yang menyuruh mencampur susu dengan air adalah ibunya. Sedang yang menolak mencampur susu dengan air adalah anaknya yang masih gadis. Di rumah itu tidak ada laki-laki. Mereka berasal dari kaum Bani Bilal.
Umar bin Khattab tidak akan membiarkan mutiara itu lepas begitu saja. Ia memanggil anaknya Ashim dan menikahkannya dengan anak gadis penjual susu yang jujur itu. Dari perkawinan itu lahir seorang putri, Ummu Ashim, yang kelak dipersunting oleh Abdul Aziz bin Marwan. Pada tahun 63 H di Madinah Ummu Ashim melahirkan Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang sangat terkenal keadilan dan kebesarannya. Di masa kekhalifahannya tidak ada orang miskin. Zakat tidak ada yang menerima. Semua orang serba berkecukupan. Semua hutang dibayar oleh negara. Biaya nikah juga ditanggung oleh negara. Kebesarannya membuat Umar bin Abdul Aziz digelar dengan khulafarurrasyidin kelima.
Cerita diatas menunjukkan sebuah hikmah yang besar dan sebab akibat yang luar biasa. Kejujuran dan keimanan telah membuat seorang gadis miskin menjadi menantu seorang raja yang taat dan melahirkan keturunan raja yang taat pula yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Saat ini pendidikan Indonesia masih memprihatinkan. Indonesia berada pada peringkat 110 dari 173 negara. Aceh sebelum stunami berada pada peringkat 22 dari 27 provinsi di Indonesia (Serambi Indonesia 03052008). Sebuah prestasi yang menyedihkan. Banyak pendapat mengatakan bahwa hal ini terjadi karena mutu guru sangat rendah, tunjangan guru dan biaya pendidikan rendah, fasilitas pendidikan tidak memadai serta program pendidikan tidak terarah.
Pada negara miskin dan berkembang, tuntutan tersebut tidak mungkin bisa terpenuhi secara utuh. Kalaupun terpenuhi tidak akan menjamin pendidikan ini akan lebih baik tanpa kejujuran. Kejujuran merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan bahwa UN dijalankan bukan semata-mata mengukur keberhasilan anak didik, tapi pada uji kejujuran, kejujuran anak didik dan guru. Dari UN akan kelihatan sikap siswa terlatih menjadi diri sendiri tanpa berani berbuat curang. UN juga akan melahirkan manusia jujur, paling tidak jujur dengan kemampuan sendiri (Serambi Indonesia 06052008).
Namun kenyataan dilapangan menunjukan lain. Densus 88 menangkap guru yang berbuat curang saat UN di Lubuk Pakam, Sumatera Utara. Polisi menahan 15 guru di Sulawesi Selatan karena membantu siswa membetulkan kunci jawaban. Kasus diatas menggambarkan sikap dan perilaku guru yang tidak memiliki idealisme dan profesionalisme. Hal ini terjadi hampir setiap tahun diseluruh daerah, namun tidak terungkapkan dan dipublikasikan.
Kasus ini telah membuat senjata makan tuan. Guru selalu menasehati anak didiknya untuk rajin belajar agar lulus UN. Sang anak cuek. “Ah, ngapain capek-capek belajar, toh nanti kunci jawaban dikasih”. Akhirnya suasana belajar menjadi hambar dan tidak bermakna. Lama-lama semangat mengajar guru ikut menurun karena tidak ada reaksi positif dari siswa. Ini adalah hukum karma dari ketidakjujuran dan mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan.
Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Semua orang menginginkan yang lebih baik dan terbaik dalam kehidupannya. Semua orang tua menginginkan anaknya pintar dan cerdas serta memiliki pendidikan yang baik. Hanya guru yang jujur, idealis dan profesional yang dapat mewujudkan impian tersebut. Pihak keamanan dan tim independen tidak akan bisa membuat pendidikan ini lebih baik karena ini bukan bidangnya. Kejujuran dan keimanan akan dapat membuat pendidikan ini lebih baik walaupun fasilitas pendidikan masih minim. Guru yang jujur akan membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang tidak baik menjadi baik. Seperti kejujuran nenek Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang telah mengubah kehidupannya yang miskin menjadi kehidupan yang lebih baik dan bermartabat. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya.